Hukum Saling Melihat Saat Berhubungan

Hukum Saling Melihat Saat Berhubungan
Bagi sebagian pasangan suami istri, berhubungan intim atau jima bisa jadi merupakan hal sepele. Oleh karena itu, adab dan aturan-aturan agama tidak pernah mereka pedulikan saat melakukan hubungan intim dengan pasangannya.

Padahal tanpa mereka sadari, hubungan intim tanpa adanya adab dan aturan-aturan agama hanya akan berakibat buruk pada mereka di kemudian hari. Bagaimana dewasa ini banyak kita jumpai anak gadis berpakaian seksi yang selalu memamerkan auratnya kepada publik, seakan mereka telah kehilangan rasa malunya di depan umum. Hal ini bisa juga terjadi karena orang tua mereka tidak memperhatikan adab atau tata cara berjima secara syar’i.

Namun banyak juga di antara pasangan suami istri yang terlalu melebih-lebihkan larangan urusan ranjang. Misalnya, saling melihat organ intim ketika berhubungan.

Selain karena malu, juga konon dirujuk pada hadist di ini: “Aku tidaklah pernah melihat kemaluan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali.” (Al Muhalla, 10: 33)



Hadits yang disebutkan di atas adalah riwayat Ibnu Majah dalam kitab sunannya (662) dari Musa bin ‘Abdillah, dari bekas budak ‘Aisyah, dari ‘Aisyah bahwa beliau berkata,

مَا نَظَرْتُ أَوْ مَا رَأَيْتُ فَرْجَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطُّ

“Aku tidak pernah memandang atau melihat kemaluan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali. ”

Hadits ini adalah hadits dho’if yang tidak bisa dijadikan hujjah karena perawi dari ‘Aisyah tidak diketahui siapa. Al Hafizh Ibnu Rajab dalam Fathul Bari (1: 336) mengatakan bahwa dalam sanad hadits ini adalah perawi yang tidak dikenal.

Nah, jadi bagaimana hukumnya dalam Islam?

Suami Istri Boleh Saling Memandang Aurat Satu Sama Lain.

Dalilnya (dasarnya), dari ‘Aisyah, ia berkata:

كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ بَيْنِي وَبَيْنَهُ وَاحِدٍ ، فَيُبَادِرُنِي حَتَّى أَقُولَ دَعْ لِي ، دَعْ لِي ، قَالَتْ: وَهُمَا جُنُبَانِ

“Aku pernah mandi bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu bejana antara aku dan beliau. Kemudian beliau bergegas-gegas denganku mengambil air, sampai aku mengatakan: tinggalkan air untukku, tinggalkan air untukku.” Ia berkata, “Mereka berdua kala itu dalam keadaan junub,” (HR. Bukhari no. 261 dan Muslim no. 321). Al Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Ad Daudi berdalil dengan dalil ini akan bolehnya laki-laki memandang aurat istrinya dan sebaliknya.” (Fathul Bari, 1: 364).

Juga dikuatkan lagi dengan hadits,

احْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلاَّ مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ

“Jagalah auratmu kecuali dari istrimu atau budak yang kau miliki.” (HR. Abu Daud no. 4017 dan Tirmidzi no. 2769, hasan)

Ibnu Hajar berkata, “Yang dipahami dari hadits ‘kecuali dari istrimu’ menunjukkan bahwa istrinya boleh-boleh saja memandang aurat suami. Hal ini diqiyaskan pula, boleh saja suami memandang aurat istri.” (Fathul Bari, 1: 386). Dan yang berpandangan bolehnya memandang aurat satu sama lain antara suami istri adalah pendapat jumhur ulama (mayoritas). (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 32: 89)

Ibnu Hazm Azh Zhohiri juga berkata, “Halal bagi suami untuk memandang kemaluan istri dan hamba sahaya miliknya yang boleh ia setubuhi. Demikian pula istri dan hamba sahayanya boleh memandang kemaluannya. Hal ini tidak dianggap makruh sama sekali. Di antara dalilnya adalah hadits yang masyhur dari jalan ‘Aisyah, Ummu Salamah, Maimunah yang kesemuanya adalah ummahatul mukminin (istri Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-). Di antara mereka pernah mandi junub bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu bejana. Yang aneh, mereka menghalalkan menyetubuhi istri di kemaluan, namun melarang dari memandang kemaluan (padahal memandang masih lebih mending dari menyetubuhi, pen). Cukup sebagai dalil akan bolehnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (29) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (30)

“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” (QS. Al Ma’arij: 29-30).

Perintah Allah untuk menjaga kemaluan kecuali pada istri dan hamba sahaya yang dimiliki menunjukkan bahwa boleh saja melihat, menyentuh dan berkhalwat dengan mereka. []

Sumber : islampos.com