Jika Tidak Mandi Wajib Karena Bodoh dalam Agama

Jika Tidak Mandi Wajib Karena Bodoh dalam Agama
Seorang yang berlatar belakang awam dalam agama bertanya, bagaimana hukumnya bila ia baru tahu bahwa wajib hukumnya melakukan mandi wajib setelah terjadi hal-hal yang mewajibkannya. Soalnya, selama ini ia tak pernah mandi wajib.

Pertama, beda lupa dengan tahu hukum

Perlu dibedakan antara lupa mandi junub dengan tidak tahu hukum mandi junub. Orang yang tahu hukum mandi besar, dan dia memahami orang yang junub wajib mandi besar, kemudian suatu ketika dia shalat tanpa mandi karena lupa, maka dia berkewajiban mengqadha shalat yang telah dia kerjakan tanpa mandi itu.

Berbeda dengan orang yang tidak tahu hukum mandi wajib. Misalnya, ada orang yang tidak tahu bahwa ketika keluar mani wajib mandi, kemudian dia shalat hanya dengan berwudhu. Dalam kasus ini, ulama berbeda pendapat, apakah dia wajib mengulangi shalatnya ataukah tidak, insyaaAllah akan kita bahas lebih rinci pada penjelasan di bawah ini.

Kedua, tidak tahu hukum mandi besar

Suci dari hadats besar dan kecil merupakan syarat sah shalat. Orang yang keluar mani dan dia tidak mandi junub, masuk dalam kasus, orang yang meninggalkan salah satu syarat sah shalat.

Ketika seseorang tidak mandi junub karena dia tidak tahu hukumnya, berarti dia meninggalkan salah satu syarat sah shalat, karena tidak tahu.

Ulama berbeda pendapat tentang status ibadah orang yang meninggalkan syarat sah shalat, karena tidak tahu hukumnya.

1. Dia wajib mengqadha semua shalat yang dia kerjakan

Ini adalah pendapat mayoritas ulama, diantaranya syafiiyah dan hambali.

Ar-Ramli (w. 1004 H) ulama madzhab Syafii mengatakan, "Bahwa syarat ibadah itu tidak menjadi gugur karena pelakunya tidak tahu atau karena lupa." (Nihayatul Muhtaj, 4/446).

Demikian pula yang disampaikan Ar-Ruhaibani (w. 1243 H) ulama madzhab hambali mengatakan, "Syarat shalat tidak menjadi gugur, baik ditinggalkan secara sengaja, karena lupa, atau karena tidak tahu." (Mathalib Uli an-Nuha, 1/305).

2. Dia tidak wajib mengqadha shalat yang dia kerjakan

Ini adalah pendapat Syaikhul Islam (w. 728 H). Salah satu dalil yang beliau sampaikan adalah firman Allah, "Aku tidak akan memberikan siksaan, hingga Aku mengutus seorang rasul." (QS. Al-Isra: 15).

Status orang yang tidak tahu hukum, sebagaimana orang yang belum mendengar dakwah rasul. Syaikhul Islam mengatakan,"Ketika ada orang yang tidak bersuci (mandi atau wudhu), karena dia tidak tahu dalilnya, misalnya dia makan daging onta dan dia tidak berwudhu, apakah dia wajib mengulang shalat yang telah dia kerjakan (karena tidak tahu bahwa makan daging onta termasuk pembatal wudhu)? Ada dua riwayat dari imam Ahmad dalam masalah ini.

Kasusnya sebagaimana orang yang memegang kemaluan, lalu dia shalat (tanpa wudhu). Kemudian dia baru tahu, ternyata dia harus wudhu setelah memegang kemaluan.

Pendapat yang kuat dalam semua kasus ini, dia tidak wajib mengulangi shalatnya, karena; (1) Allah mengampuni orang yang salah dan lupa, (2) karena Allah berfirman, yang artinya, "Aku tidak akan memberikan siksaan, hingga Aku mengutus seorang rasul." Karena itu, orang yang belum mengetahui perintah Rasul dalam satu tertentu, maka dia tidak mendapatkan kewajiban melakukan perintah itu.

Kemudian, Syaikhul Islam menyebutkan beberapa dalil dari hadis Nabi shallallahu alaihi wa sallam,"Oleh karena itu, pada peristiwa ketika Umar dan Ammar bin Yasir mengalami junub, kemudian Umar tidak shalat dan Ammar bergulung di tanah agar bisa shalat subuh, Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidaklah memerintahkan keduanya untuk mengulangi shalat mereka. Demikian pula, ketika Abu Dzar junub kemudian dia tidak shalat beberapa hari, Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak memerintahkan beliau untuk mengulangi shalatnya."

Demikian pula, ketika ada sahabat yang terus makan di malam bulan ramadhan, hingga melebihi batas fajar, karena dia selalu melihat dua utas tali hitam dan putih, Nabishallallahu alaihi wa sallamtidak memerintahkannya untuk mengqadha puasanya. Termasuk kasus para sahabat yang shalat menghadap ke baitul maqdis karena tidak tahu bahwa syariat itu telah dihapus, beliau tidak perintahkan untuk mengulangi shalatnya." (al-Fatawa al-Kubro, 2/48).

Dari Ibnu Abdirrahman, beliau menceritakan, bahwa ada seseorang yang junub, kemudian dia bertanya kepada Umar bin Kahatab radhiyallahu anhu, Saya junub, sementara saya tidak memiliki air? Jawab Umar, Jangan shalat.

Kemudian Ammar mengingatkan,"Mungkin kamu masih ingat, ketika kita dalam perjalanan, kemudian kita junub. Ketika itu, kamu tidak mau shalat. Sementara aku bergulung di tanah, lalu aku shalat. Kemudian aku mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan aku ceritakan hal itu.

Lalu beliau bersabda, "Sebenarnya kamu cukup melakukan begini." (lalu beliau mengajari cara tayammum). Beliau tepukkan telapak tangannya sekali, beliau tiup, kemudian beliau usapkan ke tangan, kemudian beliau usapkan ke wajah. (HR. Nasai 319 dan dishahihkan al-Albani).[ ]